Materi Lengkap Akidah Akhlak tentang Ghibah |pengertian|Dalil|Motivasi|
A). Pengertian Ghibah
Secara bahasa, Ghibah berasal dari bahasa Arab dengan akar kata ghaba, yang berarti tidak hadir atau sesuatu yang tertutup dari pandangan.
Kata ghibah dalam Bahasa Indonesia berarti menggunjing, yakni menyebutkan kata-kata keji atau meniru-niru suara atau perbuatan orang lain di belakang dirinya dengan tidak berhadapan langsung dengan maksud untuk menghinanya.
Secara Terminologi Ghibah berarti mengemukakan atau membicarakan perihal orang lain yang apabila orang lain tersebut mendengarnya, maka ia tidak menyukainya.
BACA JUGA : MATERI AKIDAH AKHLAK TENTANG FITNAH
Ghibah dapat mencakup hal fisik seperti mengemukakan seseorang kurus, hitam, dekil dan bentuk fisik lainnya, bahkan bisa juga terkait keturunan misalnya mengemukakan tentang seseorang anak haram, anak pelacur atau anak orang misqueen, begitu pula yang terkait dengan prilakunya misalnya seorang pembohong, penipu dan sifat buruk lainnya.
Syaikh Jamaluddin al-Qasimi mengemukakan sesuatu dapat dikatakan ghibah ketika ia berupa pengungkapan tentang seseorang yang bersifat mengejek, oleh karena itu, ketika seseorang mengejek bukan dengan pembicaraan tetapi dengan gerak, isyarat dan tulisan juga dapat dikatakan ghibah.
B). Dalil tentang Ghibah
Al-Quran sangat membenci perilaku Ghibah, bahkan Allah SWT mengemukakan perilaku Ghibah sama seperti memakan daging mentah saudara sendiri yang sudah meninggal dunia.
Di dalam satu hadits yang di riwiyatkan oleh Anas bin Malik diceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Ketika aku melakukan Mi’raj, aku berpapasan dengan suatu kaum yang memiliki kuku berbentuk tembaga lalu mereka menggaruk wajah dan tangan mereka. Setelah itu Rasulullah Saw bertanya? Siapa mereka wahai Jibril. Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan mereka menjatuhkan harga diri orang lain”.
Suatu saat Rasulullah SAW sedang berbincang-bincang dengan para sahabatnya, Saat itu pula tercium aroma tidak sedap.
Para sahabat pun bertanya gerangan aroma apakah itu?. Rasulullah SAW bersabda:
"Itu adalah bau busuk orang-orang yang berbuat ghibah."
C). Motivasi Berbuat Ghibah
Syaikh Jamaluddin al-Qasimi mengemukakan hal-hal yang dapat membuat seseorang pada akhirnya berbuat ghibah :
1). Mengobati Sakit Hati.Biasanya seseorang ketika sakit hati akibat prilaku orang lain, maka untuk mengobati sakit hatinya ia akan mengemukakan perbuatan-perbuatan buruk orang lain tersebut.
BACA JUGA : MATERI AKIDAH AKHLAK TENTANG NAMINAH
Hal tersebut dilakukan karena ia merasa bahwa dengan mengemukakan aib orang lain, maka ia sudah merasa puas.
Perilaku seperti ini di saat kampanye pilpres sangat banyak terjadi, oleh karena itu sebaiknya para pendukung masing-masing harus dapat menjaga lisan masing-masing dengan tidak terprovokasi oleh pendukung orang lain.
2). Mengikuti Teman.Ghibah dapat terjadi karena seseorang ikut-ikutan pada temannya, biasanya ikut-ikutan ini terjadi karena apabila seseorang tidak mengikuti, maka ia akan dianggap tidak Setia Kawan.
Akhirnya seseorang akan berbuat ghibah karena mengedepankan ke setiakawanan walaupun hal tersebut dilarang oleh agama.
3). Kesombongan dan Kebanggaan.Ghibah dapat terjadi karena seseorang akan merasa Bangga apabila ia sudah dapat mencaci seseorang di hadapan orang lain. Ia tidak memiliki keinginan apa-apa kecuali kebanggaan dan inilah yang membuat orang lain akhirnya melakukan perbuatan ghibah.
4). Iri Hati.Iri hati biasanya terjadi ketika ada seseorang yang senantiasa dipuji, dimuliakan dan dicintai oleh Masyarakat.
Di sini ia berusaha untuk melenyapkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat tersebut dengan mengemukakan keburukan orang yang bersangkutan, di sinilah dimulainya perbuatan ghibah.
5). Bergurau.Di media televisi atau di media sosial lainnya kita sering melihat tayangan yang barangkali maksudnya adalah bergurau, hanya saja gurauan tersebut dapat menyakiti orang lain, oleh karena itu sebaiknya perlu diperhatikan bagaimana bergurau yang tidak membuat orang lain Sakit Hati.
6). Menyindir atau Mencaci.
Menyindir atau mencaci-maki orang lain dengan Tujuan menghina termasuk ke dalam perbuatan ghibah, hal tersebut dilakukan biasa saja terkait dengan fisik, keturunan, perilaku, perbuatan dan ucapan seseorang.
D). Cara Menghindari Perilaku Ghibah
a). Ingat bahwa Allah Swt tidak menyukai ghibah
Perlu diketahui bahwa akhlak yang buruk dapat diobati dengan ilmu dan amal shaleh, dengan demikian untuk mengobati keinginan melakukan ghibah, maka seseorang harus ingat bahwa ghibah tidak disukai oleh Allah SWT.
BACA JUGA : MATERI AKIDAH AKHLAK KOMPETISI DALAM KEBAIKAN
Karena orang yang melakukan ghibah berarti ia telah melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt, apabila seseorang telah mengetahui dan percaya mengenai ancaman bagi pelaku Ghibah, amak niscaya ia tidak akan melakukan perbuatan tersebut.
b). Melakukan introspeksi diri
Hal lain yang dapat memalingkan seseorang dari perbuatan ghibah adalah menyibukkan diri dengan melakukan introspeksi terhadap diri sendiri, ketimbang membicarakan keburukan orang yang belum tentu Kebenarannya, maka akan lebih baik merenungi keburukan diri sendiri.
Seandainya yang bersangkutan memang memiliki aib atau keburukan diri, maka hendaklah yang terpikir adalah bagaimana menghilangkan aib tersebut dari diri sendiri bukan mempertahankan aib yang ada lalu mengumbar air orang lain.
Apabila seseorang memang benar-benar tidak memiliki aib atau kecacatan diri dalam berperilaku, maka yang harus dilakukan adalah mensyukurinya kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat tersebut, atau ia harus merenung jangan-jangan asumsi kesucian diri tersebut salah.
c). Menyadari bahwa ghibah menyakitkan
Di antara hal yang dapat Mencegah seseorang dari melakukan ghibah adalah membayangkan bagaimana sakitnya perasaan orang yang bersangkutan seandainya perilakunya yang kurang baik tersebut diceritakan kepada orang lain.
Seseorang harus sadar apabila hal tersebut menimpa ada dirinya, tentu saja perasaannya akan hancur sebagaimana dirinya tidak ingin merasakan sakit hati.
Maka hal yang sama juga dialami oleh orang lain, dengan demikian ia akan menghentikan perbuatan ghibahnya.
d). Berburuk Sangka
Berburuk sangka di dalam hati sama dengan membicarakan Keburukan orang lain dengan ucapan, apabila melakukan ghibah diharamkan, maka berburuk sangka terhadap orang lain di dalam hati juga haram.
Karena kita tidak diperbolehkan berburuk sangka di dalam hati terhadap orang lain, berburuk sangka dilarang karena ia akan menghantarkan pada kecondongan hati berasumsi buruk kepada orang lain, selain itu juga berburuk sangka dilarang karena hati seseorang yang dapat mengetahuinya hanya Allah SWT.
BACA JUGA : PENGERTIAN|CIRI CIRI|NILAI NILAI TOLERANSI
Ketika seorang manusia sudah meyakini keburukan pada diri orang lain padahal ia belum melihat dengan nyata atau melihat dengan mata kepalanya sendiri, maka sesungguhnya hawa nafsu dan setan sudah masuk dan mempengaruhi dirinya.
Oleh karena itu ketika terlintas di hatimu su’u dzan terhadap seseorang, maka berusahalah untuk menepisnya dan meyakinkan diri bahwa sosok yang bersangkutan adalah orang baik.
Hal lain akibat dari buruk sangka adalah terjadinya tajassus atau mencari-cari kesalahan orang lain yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
E). Ghibah Yang Diperbolehkan
Tidak berarti seluruh keburukan orang lain yang diceritakan merupakan perbuatan ghibah terdapat beberapa hal yang diperbolehkan bagi kita untuk menceritakan keburukan orang lain, yaitu:- Pertama, Mengungkap kezaliman
Yang dimaksud dengan mengungkap kezaliman adalah seperti terdapat orang yang teraniaya oleh orang lain.
Tidak mungkin bagi orang yang teraniaya tersebut untuk Diam Saja, tentu saja ketika pihak berwajib melakukan interogasi perihal penganiayaan yang terjadi pada dirinya, maka ia harus secara terbuka menceritakan kejadian yang sebenarnya sehingga akan menjadi jelas sesungguhnya apa yang sudah terjadi.
Di sinilah seseorang boleh mengungkapkan aib orang lain karena memang diperlukan, contohnya pada saat pengadilan negeri.
- Kedua, Meminta Fatwa
Apabila terjadi suatu masalah di dalam Rumah Tangga.
BACA JUGA : 9 APLIKASI NONTON VIDEO 2022 TERBUKTI ANTI VPN & ADS!!
* Misalnya, seorang istri ingin menanyakan mengenai hukum yang terkait dengan kerumahtanggaan khususnya dalam hal pemberian nafkah karena sudah beberapa minggu suami yang bersangkutan tidak memberikan nafkah.
* Dalam hal ini tidak mungkin seorang istri tidak menceritakan aib suami, karena ketetapan hukum dalam masalah ini tidak akan bisa tergambar tanpa penjelasan dari seorang istri
Dalam hal ini menceritakan aib seorang istri dalam rangka meminta fatwa hukum dibolehkan.
- Ketiga, Memberi peringatan kepada orang lain
Terkadang seseorang memerlukan kesaksian orang lain demi kewaspadaan, contohnya ketika ada seseorang ingin bekerja misalnya, pihak yang ingin menerima tentu harus mencari tahu tentang sosok yang bersangkutan, baik melalui teman dekat atau melalui kepolisian.
Dengan demikian pihak-pihak yang dimintakan Informasi tentu harus mengemukakan apa adanya perihal yang bersangkutan demi kebaikan pihak penerima di kemudian hari.
- Keempat, Nampak dengan jelas cacatnya
Dalam suatu kesempatan terkadang seseorang bertanya mengenai identitas orang tertentu, secara kebetulan orang yang diperlukan ini memiliki Cacat Fisik yang sesungguhnya tidak boleh diungkapkan karena barangkali apabila diungkapkan akan menyinggung perasaan.
Hanya saja karena tidak ada lagi ciri-ciri yang bisa disebutkan kecuali dengan menyebutkan fisik yang cacat tersebut, maka hal tersebut tidak menjadi masalah dan tidak termasuk ghibah seperti menyebut seseorang buta atau pincang kakinya.
- Kelima, Memiliki perilaku buruk yang sudah diketahui luas
Tidak mengapa seseorang mengemukakan keburukan orang lain apabila keburukan tersebut sudah diketahui oleh masyarakat umum, sebab hal tersebut sudah bukan menjadi rahasia lagi, tetapi sudah menjadi Konsumsi Publik.
BACA JUGA : MATERI AKIDAH AKHLAK TENTANG OPTIMIS
Dengan demikian membicarakan perihal seperti ini tidak termasuk ghibah yang dilarang.
Post a Comment for "Materi Lengkap Akidah Akhlak tentang Ghibah |pengertian|Dalil|Motivasi|"